Oleh:
A. Rofii Damyati dan
Arya Sandhiyudha
A. Rofii Damyati dan
Arya Sandhiyudha
TANGGAL 10 Agustus 2014 adalah
gerbang baru bagi politik Turki karena baru saja menjalani Pemilihan Presiden
(Pilpres) secara langsung pertamanya dengan terpilihnya Recep Tayyip Erdoğan.
Kemudian disusul dengan terpilihnya Ahmet Davutoğlu sebagai PM Turki yang baru.
Terpilihnya Erdoğan seakan menjadi “referendum” keberhasilan
pendakian demokrasi dan ekonomi Turki selama tiga periode Adalet ve
Kalkinma Partisi(AKP) memimpin atau kurang lebih 12 tahun.
Ini merupakan sinyal positif bagi Turki untuk melanjutkan
upayanya mewujudkan prediksi futurolog seperti George Friedman yang mengatakan
pengaruh negara ini akan terus meningkat. Friedman mengatakan bahwa Turki
tahun 2050 akan memiliki pengaruh kuat hingga ke seluruh negara-negara
Arab Teluk (Saudi
Arabia, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar), beberapa negeri Syam (Jordan, Libanon, Suriah), dan negara-negara
Afrika Utara (Mesir,
Libya, dan Tunisia), Ukraina, Azerbaijan, Armenia, Georgia, juga merengkuh
sebagian wilayah Kazakhstan, Turkmenistan, Uzbekistan dan juga Rusia.
Secara teoritik, tiga kali Pemilu demokratis yang telah
terlaksana di Turki dengan pendakian ekonomi yang progresif membuat Turki
sebagai negara yang telah melalui transisi demokrasi dan berada dalam kondisi
rezim demokrasi yang stabil. Semua rangkaian faktor tersebut membuat AKP
nampaknya layak percaya diri memimpin tanpa koalisi alias menganut demokrasi
mayoritarian (majoritarian of democracy) yaitu pemerintahan yang
dikelola oleh satu partai pemenang di Pemilu legislatif.
Tentu saja kisah AKP ini belum pernah ada dalam sebelumnya
dalam referensi perjalanan kekuatan Islam di ranah politik (beyond-reference).
Kenapa Turki layak disebut referensi baru (beyond reference) dalam sejarah pemenangan kekuatan
Islam, setidaknya karena ia kini menjadi kaum Islamis satu-satunya yang
memimpin negara.
Sesungguhnya Turki sudah memulai “Spring” (2002) sebelum “Arab Spring” di tahun 2011 yang bertahan hingga
kini.
Di bawah ini sekelumit catatan dari Turki yang layak
direnungkan adalah:
Di Turki, mungkin karena pengalaman panjang kudeta yang
sudah berkali-kali (1960-61, 1971-73, 1980-83, dan “kudeta putih” 1997)
kemudian kaum Islamis kini menempuh jalan yang sangat berbeda dari Islamis pada
umumnya.
Pengalaman kudeta, terutama kudeta putih terhadap Erbakan
pada 1997 yang merupakan mentor dari Erdoğan merupakan sentakan sejarah yang
memandu model kepemimpinan politik nasional sekaligus arah Transformasi
Islamisme Turki. Hal itu diperkuat dengan hadirnya krisis ekonomi Turki tahun
2001. Segalanya menjadi basis rasionalitas kebijakan AKP (rational
choice) dalam mengarak langkah.
Pola suksesi yang ekstrim dalam bentuk kudeta disadari AKP
sebagai situasi yang diinisiasi oleh elit karena ada celah tindakan yang
beraroma ideologis dan memanfaatkan efektif keterbelahan sosial (social cleavages) yang ada, oleh karena itu Erdoğan
mengambil langkah radikal dengan mengambil langkah yang sangat berbeda dari
Erbakan. Dirinya berupaya mencairkan hubungan antara Islamis dengan Haters para
Islamis (misalnya kalangan militer, liberalis, dan ultra nasionalis),
setidaknya membuat langkah-langkah yang tidak memberikan bahan provokasi untuk
berfikir menjatuhkannya. Sebab sejatinya memang ada banyak kesamaan yang bisa
digalang, misalnya dalam mazhab ekonomi antara Islamis dan liberalis, ataupun
dalam hal kebebasan sipil, begitupun juga kesamaan pandang terkait anti
intervensi militer.
Inipula yang terlihat ketika ragam kalangan di Turki menilai
isu kudeta Mesir, apapun latar belakangnya (terutama dari kalangan islamis dan
liberal) mereka sama-sama menolak. Kesamaan pengalaman pahit terhadap kudeta
militer di Turki diolah menjadi sikap yang menguntungkan Islamis Turki yang
berkuasa.
Berpisahnya kaum modernis (yenilikçiler)
dan tradisionalis (gelenekçiler) untuk
melepaskan sejarah dari stigma dan ini ditandai dengan sikap Erdoğan mendirikan
AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) dan meninggalkan Necmettin Erbakan.
Partai Refah yang kental dengan agenda-agenda Islamis, baik
retorika (speech act), politik domestic maupun polugri seperti pembentukan D8,
yaitu fora untuk 8 negara mayoritas Muslim, digantikan pengaruhnya oleh AKP
yang berfokus pada performa ekonomi (bukan isu-isu ideologis) dengan ‘jualan
politik’ pertama kalinya adalah keberhasilan Erdoğan sebagai Wali Kota di
Istanbul.
Selama 1 Dekade AKP fokus membangun performa demokrasi dan
ekonomi Turki sehingga masuk ke dalam persepsi internasional.
Harapan kepemimpinan Erdoğan yang sukses memimpin Istanbul
dan AKP yang menawarkan “Sekulerisme Pasif” (jadi AKP sejatinya tetap Partai
Sekuler berasaskan demokrasi konservatif, namun bukan “sekulerisme assertif”
ala rezim sosialis-komunis (CHP) yang melarang praktik keyakinan keagamaan di
ruang publik seperti penggunaan jilbab, atau ultra nasionalis (MHP) yang sangat
diskriminatif dan represif terhadap masyarakat Turki berdarah Kurdi).
Bahkan hingga kini, Erdoğan secara domestik masih sangat
lunak dan masih memberikan ruang bagi pengusaha Yahudi Turki, begitupun ruang
praktik sekuler seperti perjudian, miras, prostitusi, dan budaya buruk lainnya
yang masih kental terwariskan.
Sembari di sisi lain, pemerintah kemudian melakukan
perubahan gradual yang sangat hati-hati, seperti memberikan ruang kebebasan
bagi Muslimah mengenakan jilbab di institusi pendidikan dan birokrasi
pemerintahan. Itupun baru tahun 2013, setelah 10 tahun memimpin. Baru pada
akhir Oktober 2013 kemarin ada 4 anggota parlemen pertama yang berjilbab (Sevde
Bayazit Kacar, Gonul Bekin Sahkulubey, Nurcan Dalbudak, Gulay Samanci).*/bersambung kebebasan berislam di publik Turki
Akhmad Rofii Damyati adalah Ketua STIU
Al-Mujtama’ Pamekasan, kandidat Doktor bidang Filsafat Islam pada Süleyman
Demirel Üniversitesi, Turki
Arya Sandhiyudha AS, Ketua PPI Turki, penulis buku “Inspirasi Turki: Renovasi Negeri Madani”, kandidat Doktor bid. Hub. Internasional dari FATIH University, Turki
Arya Sandhiyudha AS, Ketua PPI Turki, penulis buku “Inspirasi Turki: Renovasi Negeri Madani”, kandidat Doktor bid. Hub. Internasional dari FATIH University, Turki
Rep: Administrator
0 komentar:
Posting Komentar