Hafshah binti Umar adalah salah seorang istri Muhamad. Beliau
seorang janda dari seorang pria bernama Khunais bin Hudhafah al-Sahmiy yang
meninggal dunia saat Perang Badar.
Nama lengkap Hafshah adalah Hafshah binti
Umar bin Khathab bin Naf’al bin
Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay dari suku
Arab Adawiyah. Ibunya adalah Zaynab binti Madh’un bin Hubaib bin Wahab bin
Hudzafah, saudara perempuan Utsman bin Madh’un.
Hafshah dilahirkan pada tahun yang sangat terkenal dalam
sejarah orang Quraisy, yaitu ketika Rasullullah memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka’bah
dibangun kembali setelah roboh karena banjir. Pada tahun itu juga dilahirkan
Fathimah az-Zahra, putri bungsu Rasulullah dari empat putri, dan kelahirannya
disambut gembira oleh beliau. Beberapa hari setelah Fathimah lahir, lahirlah
Hafshah binti Umar bin Khaththab. Mendengar bahwa yang lahir adalah bayi
wanita, Umar sangat berang dan resah, sebagaimana kebiasaan bapak-bapak Arab
Quraisy ketika mendengar berita kelahiran anak perempuannya. Waktu itu mereka
menganggap bahwa kelahiran anak perempuan telah membawa aib bagi keluarga.
Padahal jika saja ketika itu Umar tahu bahwa kelahiran anak perempuannya akan
membawa keberuntungan, tentu Umar akan menjadi orang yang paling bahagia,
karena anak yang dinamai Hafshah itu kelak menjadi istri Rasulullah. Di dalam
Thabaqat, Ibnu Saad berkata, “Muhammad bin Umar berkata bahwa Muhammad bin Zaid
bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, Umar mengatakan, ‘Hafshah dilahirkan
pada saat orang Quraisy membangun Ka’bah, lima tahun sebelum Nabi diutus
menjadi Rasul.”
Sayyidah Hafshah r.a.
dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Umar bin Khaththab. Dalam soal
keberanian, dia berbeda dengan wanita lain, kepribadiannya kuat dan ucapannya
tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat Hafshah sama dengan ayahnya. Kelebihan
lain yang dimiliki Hafshah adalah kepandaiannya dalam membaca dan menulis,
padahal ketika itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki oleh kaum perempuan.
Hafshah tidak termasuk ke dalam golongan orang yang pertama
masuk Islam, karena ketika awal-awal penyebaran Islam, ayahnya, Umar bin
Khaththab, masih menjadi musuh utama umat Islam hingga suatu hari Umar tertarik
untuk masuk Islam. Ketika suatu waktu Umar mengetahui keislaman saudara
perempuannya, Fathimah dan suaminya Said bin Zaid, dia sangat marah dan berniat
menyiksa mereka. Sesampainya di rumah saudara perempuannya, Umar mendengar
bacaan Al-Qur’an yang mengalun dan dalam rumah, dan memuncaklah amarahnya
ketika dia memasuki rumah tersebut. Tanpa ampun dia menampar mereka hingga
darah mengucur dari kening keduanya. Akan tetapi, hal yang tidak terduga
terjadi, hati Umar tersentuh ketika melihat darah mengucur dari dahi adiknya,
kemudian diambilnyalah Al Qur’an yang ada pada mereka. Ketika selintas dia
membaca awal surat Thaha, terjadilah keajaiban. Hati Umar mulai diterangi
cahaya kebenaran dan keimanan. Allah telah mengabulkan doa Nabi . yang
mengharapkan agar Allah membuka hati salah seorang dari dua Umar kepada Islam.
Yang dimaksud Rasulullah dengan dua Umar adalah Amr bin Hisyam atau lebih
dikenal dengan Abu Jahl dan Umar bin Khaththab.
Setelah kejadian itu,
dari rumah adiknya dia segera menuju Rasulullah dan menyatakan keislaman di
hadapan beliau, Umar bin Khaththab bagaikan bintang yang mulai menerangi dunia
Islam serta mulai mengibarkan bendera jihad dan dakwah hingga beberapa tahun
setelah Rasulullah wafat. Setelah menyatakan keislaman, Umar bin Khaththab
segera menemui sanak keluarganya untuk mengajak mereka memeluk Islam. Seluruh
anggota keluarga menerima ajakan Umar, termasuk di dalamnya Hafshah yang ketika
itu baru berusia sepuluh tahun.
Ketika Allah menerangi
penduduk Yatsrib sehingga memeluk Islam, Rasulullah menemukan sandaran baru
yang dapat membantu kaum muslimin. Karena itulah beliau mengizinkan kaum muslimin
hijrah ke Yatsrib untuk menjaga akidah mereka sekaligus menjaga mereka dan
penyiksaan dan kezaliman kaum Quraisy. Dalam hijrah ini, Hafshah dan suaminya
ikut serta ke Yatsrib.
Setelah kaum muslimin berada di Madinah dan Rasulullah .
berhasil menyatukan mereka dalam satu barisan yang kuat, tiba saatnya bagi
mereka untuk menghadapi orang musyrik yang telah memusuhi dan mengambil hak
mereka. Selain itu, perintah Allah untuk berperang menghadapi orang musyrik
sudah tiba.
Peperangan pertama antara
umat Islam dan kaum musyrik Quraisy adalah Perang Badar. Dalam peperangan ini,
Allah telah menunjukkan kemenangan bagi hamba- hamba-Nya yang ikhlas sekalipun
jumlah mereka masih sedikit. Khunais termasuk salah seorang anggota pasukan
muslimin, dan dia mengalami luka yang cukup parah sekembalinya dari peperangan
tersebut. Hafshah senantiasa berada di sisinya dan mengobati luka yang
dideritanya, namun Allah berkehendak memanggil Khunais sebagai syahid dalam
peperangan pertama melawan kebatilan dan kezaliman, sehingga Hafshah menjadi
janda. Ketika itu usia Hafshah baru delapan belas tahun, namun Hafshah telah
memiliki kesabaran atas cobaan yang menimpanya.
Umar sangat sedih karena
anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat muda, sehingga dalam hatinya
terbetik niat untuk menikahkan Hafshah dengan seorang muslim yang saleh agar
hatinya kembali tenang. Untuk itu dia pergi ke rumah Abu Bakar dan meminta
kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi, Abu Bakar diam, tidak
menjawab sedikit pun. Kemudian Umar menemui Utsman bin Affan dan meminta
kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi, pada saat itu Utsman masih
berada dalam kesedihan karena istrinya, Ruqayah binti Muhammad, baru meninggal.
Utsman pun menolak permintaan Umar. Menghadapi sikap dua sahabatnya, Umar
sangat kecewa, dan dia bertambah sedih karena memikirkan nasib putrinya.
Kemudian dia menemui Rasulullah dengan maksud mengadukan sikap kedua
sahabatnya. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah . bersabda, “Hafshah akan
menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman dan Abu Bakar. Utsman
pun akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah.” Semula
Umar tidak memahami maksud ucapan Rasulullah, tetapi karena kecerdasan akalnya,
dia kemudian memahami bahwa Rasulullah yang akan meminang putrinya.
Umar merasa sangat
terhormat mendengar niat Rasulullah untuk menikahi putrinya, dan kegembiraan
tampak pada wajahnya. Umar langsung menemui Abu Bakar untuk mengutarakan maksud
Rasulullah. Abu Bakar berkata, “Aku tidak bermaksud menolakmu dengan ucapanku
tadi, karena aku tahu bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebut nama Hafshah,
namun aku tidak mungkin membuka rahasia beliau kepadamu. Seandainya Rasulullah
membiarkannya, tentu akulah yang akan menikahi Hafshah.” Umar baru memahami
mengapa Abu Bakar menolak menikahi putrinya. Sedangkan sikap Utsman hanya
karena sedih atas meninggalnya Ruqayah dan dia bermaksud menyunting saudaranya,
Ummu Kultsum, sehingga nasabnya dapat terus bersambung dengan Rasulullah.
Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, dia dijuluki dzunnuraini (pemilik
dua cahaya). Pernikahan Rasulullah . dengan Hafshah lebih dianggap sebagai
penghargaan beliau terhadap Umar, di samping juga karena Hafshah adalah seorang
janda seorang mujahid dan muhajir, Khunais bin Hudzafah as-Sahami.
Di rumah Rasulullah, Hafshah menempati kamar khusus, sama
dengan Saudah binti Zum’ah dan Aisyah binti Abu Bakar. Secara manusiawi, Aisyah
sangat mencemburui Hafshah karena mereka sebaya, lain halnya Saudah binti
Zum’ah yang menganggap Hafshah sebagai wanita mulia putri Umar bin Khaththab,
sahabat Rasulullah yang terhormat.
Umar memahami bagaimana
tingginya kedudukan Aisyah di hati Rasulullah. Dia pun mengetahui bahwa orang
yang menyebabkan kemarahan Aisyah sama halnya dengan menyebabkan kemarahan
Rasulullah, dan yang ridha terhadap Aisyah berarti ridha terhadap Rasulullah.
Karena itu Umar berpesan kepada putrinya agar berusaha dekat dengan Aisyah dan
mencintainya. Selain itu, Umar meminta agar Hafshah menjaga tindak-tanduknya
sehingga di antara mereka berdua tidak terjadi perselisihan. Akan tetapi,
memang sangat manusiawi jika di antara mereka masih saja terjadi kesalah
pahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dengan lapang dada Rasulullah
mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara istri – istrinya.
Salah satu contoh adalah suatu ketika Rasulullah mampir di rumah Hafshah, dan
berhenti di situ lebih lama dari biasanya, lantas aisyah bertanya mengenai apa
yang terjadi : dikatakan kepada ku, ternyata seorang wanita dari kaumnya
telah memberikan semangkuk madu, lalu dia (Hafshah) menuangkan seteguk kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Aisyah pun berkata; Demi Allah, saya
akan menggodanya. Kemudian aisyah memberi tahu Saudah, aisyah berkata; Jika
beliau masuk menemuimu, sebab sebentar lagi beliau akan mampir (di rumahmu),
maka katakanlah kepadanya;
Wahai Rasulullah, apakah anda habis makan buah
maghafir? Pasti beliau nanti akan bilang tidak. Lalu katakan lagi kepadanya;
Lalu bau apakah ini? Biasanya beliau sangat tidak suka jika mendapati bau,
nanti beliau akan mengatakan kepadamu; Hafshah telah menuangkan untukku seteguk
madu, lalu katakanlah kepada beliau; Lebahnya makan buah 'urfuth (sejenis pohon
dengan buah yang berbau tidak sedap). Maka saya akan mengatakan seperti itu
kepada beliau, dan kamu juga wahai Shafiyah. Ketika beliau masuk ke rumah
Suadah, Saudah berkata; Demi Dzat yang tidak ada ilah yang berhak disembah
selain Dia, hampir saja saya mengungkapkan apa yang kamu (Aisyah) katakan
kepadaku karena saya takut kepadamu, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam baru sampai di depan pintu, tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mendekat, dia mengatakan; Wahai Rasulullah, apakah anda habis makan
buah Maghair? Beliau menjawab: "Tidak." Dia melanjutkan; Lantas, bau
apakah ini?
Beliau menjawab: "Hafshah telah menuangkan untukku seteguk
madu." Dia melajutkan; Lebahnya makan urfuth. Tatkala beliau menemui
aisyah, aisyah pun mengatakan seperti itu, kemudian beliau masuk ke rumah
Shafiyah, maka Shafiyah pun mengatakan dengan hal yang sama. Tatkala beliau
masuk ke rumah Hafshah, dia berkata; Wahai Rasulullah, apakah saya perlu
menuangkan madu lagi? Beliau menjawab: "Tidak, saya tidak membutuhkan
lagi." Kemudian Saudah berkata; Subhanallah, demi Allah, sungguh kita
telah mengharamkannya. Aisyah berkata kepadanya; Diamlah kamu!
Maka turunlah ayat:
"Mengapa kamu mengharamkan apa yang d halalkan Allah untukmu-sampai
Firman-Nya- jika kamu berdua bertaubat -yaitu Aisyah dan Hafshah- dan ingatlah
ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari
istri-istrinya suatu peristiwa." (At Tahrim: 1-3).
Hafshah senantiasa bertanya kepada Rasulullah dalam berbagai
masalah, dan hal itu menyebabkan marahnya Umar kepada Hafshah, sedangkan
Rasulullah . senantiasa memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh
kasih sayang. Beliau bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan
baik.” Rasulullah . pernah marah besar kepada istri-istrinya ketika mereka
meminta tambahan nafkah sehingga secepatnya Umar mendatangi rumah Rasulullah.
Umar melihat istri-istri Rasulullah murung dan sedih, sepertinya telah terjadi
perselisihan antara mereka dengan Rasulullah.
Secara khusus Umar memanggil
putrinya, Hafshah, dan mengingatkannya untuk menjauhi perilaku yang dapat
membangkitkan amarah beliau dan menyadari bahwa beliau tidak memiliki banyak
harta untuk diberikan kepada mereka. Karena marahnya, Rasulullah bersumpah
untuk tidak berkumpul dengan istri-istri beliau selama sebulan hingga mereka
menyadari kesalahannya, atau menceraikan mereka jika mereka tidak menyadari
kesalahan. Kaitannya dengan hal ini, Allah berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah
kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala
perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan
menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah
dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan
menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar. “
(QS. Al-Ahzab :28)
Rasulullah . menjauhi
istri-istrinya selama sebulan di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah, dan
seorang budak bernama Rabah duduk di depan pintu kamar.
Setelah kejadian itu
tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah . telah menceraikan
istri-jstri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah Umar bin Khaththab,
sehingga dia segera menemui putrinya yang sedang menangis. Umar berkata,
“Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.” Dengan terisak Hafshah menjawab,
“Aku tidak tahu.” Umar berkata, “Beliau telah menceraikanmu sekali dan
merujukmu lagi karena aku. Jika beliau menceraikanmu sekali lagi, aku tidak
akan berbicara dengan mu selama-lamanya.” Hafshah menangis dan menyesali
kelalaiannya terhadap suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari Rasulullah
menyendiri, belum ada seorang pun yang dapat memastikan apakah beliau
menceraikan istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar,
Umar mendatangi
khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang menyendiri. Sekarang ini Umar
menemui Rasulullah bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya kepada
beliau dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau, di samping memang ingin
memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang menjadi penyebab
kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari beliau walaupun di sisi lain
dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan menceraikan istri – istri beliau. Dan
memang benar, Rasulullah tidak akan menceraikan istri-istri beliau sehingga
Umar meminta izin untuk mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin.
Umar pergi ke masjid dan mengabarkan bahwa Rasulullah tidak menceraikan
istri-istri beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu
yang lebih gembira lagi adalah istri-istri beliau.
Setelah genap sebulan
Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali kepada mereka. Beliau
melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Mereka kembali kepada Allah dan
Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan lagi, beliau mengumumkan penyesalan mereka
kepada kaum muslimin. Hafshah dapat dikatakan sebagai istri Rasul yang paling
menyesal sehingga dia mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati dan
menjadikannya sebagai tebusan bagi Rasulullah. Hafshah memperbanyak ibadah,
terutama puasa dan salat malam. Kebiasaan itu berlanjut hingga setelah
Rasulullah wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, dia
mengikuti perkembangan penaklukan-penaklukan besar, baik di bagian timur maupun
barat.
Hafshah merasa sangat
kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu Lu’luah. Dia hidup hingga
masa kekhalifahan Utsman, yang ketika itu terjadi fitnah besar antar muslimin
yang menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman hingga masa pembai’atan Ali
bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, Hafshah berada pada kubu Aisyah
sebagaimana yang diungkapkannya, “Pendapatku adalah sebagaimana pendapat
Aisyah.” Akan tetapi, dia tidak termasuk ke dalam golongan orang yang
menyatakan diri berba’iat kepada Ali bin Abi Thalib karena saudaranya, Abdullah
bin Umar, memintanya agar berdiam di rumah dan tidak keluar untuk menyatakan
ba’iat.
Tentang wafatnya Hafshah,
sebagian riwayat mengatakan bahwa Sayyidah Hafshah wafat pada tahun ke empat
puluh tujuh pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Dia dikuburkan di
Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Nabi yang lain.
Karya besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya Al-Qur’an
di tangannya setelah mengalami penghapusan karena dialah satu-satunya istrii
Nabi. yang pandai membaca dan menulis. Pada masa Rasul, Al-Qur’an terjaga di
dalam dada dan dihafal oleh para sahabat untuk kemudian dituliskan pada pelepah
kurma atau lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu kitab khusus.
Pada masa khalifah Abu
Bakar, para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam peperangan Riddah
(peperangan melawan kaum murtad). Kondisi seperti itu mendorong Umar bin
Khaththab untuk mendesak Abu Bakar agar mengumpulkan Al-Qur’an yang tercecer.
Awalnya Abu Bakar merasa khawatir kalau mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu kitab
itu merupakan sesuatu yang mengada-ada karena pada zaman Rasul hal itu tidak
pernah dilakukan. Akan tetapi, atas desakan Umar, Abu bakar akhirnya memerintah
Hafshah untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sekaligus menyimpan dan memeliharanya.
Mushaf asli Al-Qur’an itu berada di rumah Hafshah hingga dia meninggal.
0 komentar:
Posting Komentar